Fenomena
kemiskinan yang terjadi di mana-mana tidak dapat dilepaskan dari dampak ekonomi
global yang bertumpu pada kelas pemodal yang memarginalkan kelas pekerja
(buruh). Telah terjadi demonstrasi dan penentangan terhadap ikon-ikon ekonomi
kapitalis tidak hannya di negara-negara berkembang tetapi juga di negara-negara
asal munculnya ekonomi kapitalis. Ekonomi kapitalis dengan segala atribut dan
turunan sistemnya dipandang tidak mampu memberikan harapan bagi kemakmuran
semua orang.
Berangkat
dari kegagalan ekonomi kapitalis dalam memberikan kemakmuran bagi semua orang
adalah relevan untuk kemudian mengkaji sistem ekonomi Islam, dan untuk
mengelaborasi sistem ekonomi Islam, dalam tulisan ini akan dipaparkan sistem
dan prinsip dasar ekonomi Islam sebagai sistem ekonomi yang berbasis moral dan
sebagai kontribusi untuk kajian ekonomi Islam yang sedang berkembang di
Indonesia saat ini.
B.
Sistem Dan Prinsip Dasar Ekonomi Islam
Umar
Chapra mencatat ada empat sistem ekonomi yang berkembang di dunia saat ini
yaitu kapitalisme, sosialisme, negara kesejahteraan, dan ekonomi Islam. Sistem
ekonomi kapitalis memiliki lima ciri menonjol yaitu: 1.) Menganggap hal yang
esensial bagi kesejahteraan manusia adalah ekspansi kekayaan yang dipercepat
dan produksi yang maksimal serta pemenuhan want (keinginan) menurut preferensi
individual. 2). Kebebasan individu dan kepemilikan atau pengelolaan kekayaan
pribadi merupakan hal yang sangat penting bagi inisiatif individu. Setiap
individu memiliki kebebasan dalam mengelola hartanya tanpa hambatan. 3). Syarat
utama dalam mewujudkan efisiensi optimum alokasi sumber daya adalah inisiatif
individual dan pengambilan keputusan yang terdesentralisasi dalam pasar yang
kompetitif. Kapitalisme mengakui kebebasan ekonomi dan persaingan bebas. 4).
Tidak mengakui pentingnya pemerintah atau peran penilaian kolektif. 5)
Pelayanan kepentingan diri pribadi oleh setiap individu secara otomatis melayani
kepentingan sosial secara umum.
Kelemahan
sistem ekonomi kapitalis yang menonjol adalah bahwa dengan adanya persaingan
bebas yang tak terbatas menyebabkan banyak keburukan dalam masyarakat seperti
pengumpulan kekayaan secara berlebihan oleh beberapa individu menimbulkan
distribusi kekayaan tidak seimbang dalam masyarakat dan dapat menyebabkan
rusaknya sistem perekonomian. Persaingan bebas juga mengakibatkan munculnya
sikap individualisme, mengorbankan kepentingan umum dan meniadakan semangat
persaudaraan, kerjasama dan saling membantu.
Sistem
ekonomi sosialis memiliki tiga ciri utama yaitu: 1). Hak individu untuk
memiliki harta atau memanfaatkan produksi tidak diperbolehkan. Seluruh bentuk
produksi dan sumber pendapatan menjadi milik negara atau masyarakat keseluruhan.
Dengan demikian individu secara pribadi tidak mempunyai hak kepemilikan. 2).
Setiap individu disediakan kebutuhan hidup menurut keperluan masing-masing.
Dengan kata lain hak-hak individu dalam suatu bidang ekonomi ditentukan oleh
prinsip kesamaan. 3). Kebebasan ekonomi dan hak pemilikan harta dihapuskan sama
sekali. Semua aturan produksi dan distribusi diambil alih oleh Negara yang
dikuasai oleh peraturan kaum buruh.
Kelemahan
paling menonjol dari ekonomi sosialis adalah bahwa adanya usaha untuk mengubah
ketidaksamaan kekayaan dengan menghapuskan hak kebebasan individu dan hak
terhadap pemilikan menyebabkan hilangnya semangat untuk bekerja, menurunnya
efisiensi kerja buruh, dan hilangya kebebasan individu dalam berfikir dan
bertindak.
Negara
kesejahteraan memiliki tujuan untuk menghapuskan ekses-ekses kapitalisme dan
mengurangi daya tarik sosialisme. Ciri menonjol dari sistem ini adalah
kesejahteraan individu merupakan sasaran yang teramat penting yang realisasinya
diserahkan kepada operasi kekuatan-kekuatan pasar, pengakuan akan pentingya
kesempatan kerja dan dan pemerataan distribusi pendapatan dan kekayaan. Pada
kenyataannya negara kesejahteraan telah gagal menciptakan alokasi sumber-sumber
daya yang efisien dan adil, kemiskinan terus berlangsung bahkan kebutuhan pokok
si miskin belum dapat terpenuhi.
Kegagalan
tiga sistem ekonomi di atas dalam mewujudkan kesejahteraan yang luas bagi
masyarakat nampaknya terkoreksi dengan adanya sistem ekonomi Islam. Islam
memiliki sistem ekonomi yang secara fundamental berbeda dari sistem ekonomi kapitalis,
sosialis, dan negara kesejahteraan. Sistem ekonomi Islam bukan sistem ekonomi
kapitalis, bukan sistem ekonomi sosialis dan juga buka sistem ekonomi negara
kesejahteraan.5 Sistem ekonomi Islam memiliki ciri khas yang membedakannya dari
ketiga sistem ekonomi tersebut.
Sistem
ekonomi Islam dan produk-produk perekonomian turunannya memberikan kontribusi
yang signifikan bagi perkembangan ekonomi dunia. Meskipun ekonomi Islam
mempunyai akar sejarah pada pemikiran Islam awal/klasik namun pemikiran dan
ilmu ekonomi Islam tergolong relatif baru (atau dalam bahasa Ibnu Kholdun minal
‘ulum al-haditsah fi al-Islam).6 Para pemikir dan pelaku ekonomi Islam hingga
saat ini terus mengembangkan teori-teori dan praktek ekonomi Islam yang digali
dari sumber-sumber ajaran Islam dengan mempertimbangan konteks dan realitas di
lapangan.7 Baik di Barat maupun di Timur telah berdiri pusat kajian ekonomi
Islam, lembaga-lembaga pendidikanpun berlomba-lomba menawarkan ilmu ekonomi
Islam dengan membuka fakultas dan jurusan ekonomi Islam atau setidaknya
memperkenalkan mata kuliah ekonomi atau perbankan Islam sebagai bagian
kurikulum fakultas atau jurusan ekonomi8 mulai dari tingkat Strata Satu,
Magister maupun Doktor.
Dalam
sistem ekonomi Islam, ada sembilan prinsip dasar sistem ekonomi Islam yaitu:
1). Kebebasan individu 2). Hak terhadap harta 3). Perbedaan ekonomi dalam batas
kewajaran 4). Kesamaan sosial 4). Jaminan sosial 5). Distribusi kekayaan secara
meluas 6). Larangan menumpuk harta kekayaan 7). Larangan terhadap organisasi
anti sosial 8). Kesejahteraan individu dan masyarakat.
Dalam
pelaksanaan ekonomi Islam prinsip-prinsip yang dijadikan dasar adalah pertama,
prinsip tidak diperbolehkan memakan harta orang lain secara batil. Surat al-Baqarah
ayat 188 menyatakan:
“Dan
janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan
jalan batil, dan (janganlah) kamu membawa urusan itu kepada hakim, supaya kamu
dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (cara
berbuat) dosa, padahal kamu menhgetahui.”
Kedua,
prinsip saling ridha/rela (تراض ) yaitu menghindari adanya pemaksaan yang dapat
menghilangkan hak pilih seseorang dalam praktek bisnis/muamlah. Dalam surat
an-Nisa’ ayat 29 disebutkan:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah
kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Ketiga,
prinsip tidak mengandung praktek eksploitasi dan saling merugikan yang membuat
orang lain teraniaya. Sebagaimana disebutkan dalam surat al-Baqarah ayat 279:
“Maka
jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa
Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan
riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula)
dianiaya.”
Dalam
sebuah hadis disebutkan;
لا
ضرر ولا ضرار
“Tidak
boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain”
Keempat,
prinsip tidak mengandung unsur riba. Riba secara bahasa berarti az-ziyadah
(tambahan). Sedangkan dalam istilah fiqh ialah tambahan atas modal baik
penambahan itu sedikit ataupun banyak. Dalam al-Qur’an secara kronologis
pengharaman riba dapat dijelaskan sebagai berikut: pertama, pada periode Makkah
turun firman Allah Surat ar-Rum ayat 39:
suatu riba (tambahan) yang kamu berikan supaya dia menambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka
(yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan pahalanya.
Kedua,
pada periode Madinah turun surat Ali Imran ayat 130:
“
Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memekan riba dengan berlipat ganda
dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu dikasihi”
Dan
yang terakhir diharamkannya riba secara konkrit dalam berbagai bentuknya
dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 275-278. Secara tegas disebutkan dalam
surat al-Baqarah ayat 275 bahwa Allah meghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba.
275.
”Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
276.
”Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak menyukai
Setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”
277.
”Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan
shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
278.
”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.”
Ayat-ayat
dalam surat al-Baqarah tersebut merupakan ayat terakhir yang berkaitan dengan
masalah riba yang mengandung penolakan terhadap anggapan bahwa riba tidak haram
kecuali jika berlipat ganda, oleh karena Allah tidak membolehkannya kecuali
mengembalikan modal pokok tanpa ada penambahan.
Kelima,
prinsip tidak melakukan penipuan, sebagaimana dalam hadis Nabi Muhammad SAW:
قال
النبي صلي الله عليه وسلم اذا بايعت فقل لا خلابة
“Jika
kamu melakukan transaksi jual beli maka katakanlah jangan kamu melakukan
penipuan”
Secara
tegas hadis di atas menjelaskan tidak boleh ada unsur tipu menipu dalam praktek
jual beli (adapun bentuk-bentuk muamalah lain dapat disamakan dengannya).
Marthon
menyebutkan ada empat hal yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan sistem
ekonomi kapitalis dan sosialis, yaitu: pertama, dialektika nilai-nilai
spiritualisme dan materialisme, kedua, kebebasan berekonomi, ketiga, dualisme
kepemilikan, dan keempat, menjaga kemaslahatan individu dan bersama.
C.
PENUTUP
Ekonomi
Islam dibangun atas dasar prinsip-prinsip moral yang digali dari ajaran
al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. Prinsip-prinsip ekonomi Islam pada garis besarnya
adalah 1). Kebebasan individu 2). Hak terhadap harta 3). Perbedaan ekonomi
dalam batas kewajaran 4). Kesamaan sosial 4). Jaminan sosial 5). Distribusi
kekayaan secara meluas 6). Larangan menumpuk harta kekayaan 7). Larangan
terhadap organisasi anti sosial 8). Kesejahteraan individu dan masyarakat 9).
Tidak diperbolehkan memakan harta orang lain secara batil 10). Saling
ridha/rela (تراض ) 11). Tidak mengandung praktek eksploitasi dan saling
merugikan yang membuat orang lain teraniaya 12). Tidak mengandung unsur riba
13). Tidak melakukan penipuan.
Wallahua’lam
bis Showab.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad,
Khursid (Ed.), Studies In Islamic Economics, Leicester: The Islamic Foundation,
1980.
Akh.
Minhaji, “Reorientasi Kajian Ushul Fiqh, dalam al-Jami’ah, No. 63/VI/1999.
Antonio,
Muhammad Syafi’i, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Jakarta; Gema Insani
Press, 2005.
-----------,
"Membangun Ekonomi Islam di Indonesia sebagai Post Capitalist
Economy", Varia Peradilan Majalah Hukum Tahun Ke XXI No. 245, April 2006.
-----------,
"Bisnis dan Perbankan dalam Perspektif Hukum Islam", Jurnal
Al-Mawarid Edisi VII, Februari 1999.
Carson,
Richard L., Comparative Economic System, New York: M. E. Sharpe, Inc, 1990.
Chapra,
M. Umer, Islam dan Tantangan Ekonomi, terj. Ikhwan Abidin Basri, Jakarta: Gema
Insani Press, 2000.
11
Dewi,
Gemala, et. al., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005.
Irfan
Ul Haq, Economic Doctrines of Islam, Herndon: The International Institute of
Islamic Thought, 1996.
Karim,
Adiwarman A., Islamic Banking: Fiqh And Financial Analysis, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2005.
Ka’bah,
Rifyal, Penegakan Syariat Islam di Indonesia, Jakarta: Khairul Bayan, 2004.
Kamal,
Mustafa (Ed.), Wawasan Ekonomi Islam: sebuah bunga rampai, Jakarta: Lembaga
Penerbit FE UI, 1997.
Muhammad
(Ed.), Bank Syari'ah Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman,
Yogyakarta: Ekonisia, 2004.
Nasution,
Mustafa Edwin, et. al., Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana,
2006.
Rahman,
Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam, terj. Soeroyo dan Nastangin, Yogyakarta: Dana
Bhakti Wakaf, 1995.
Riyanta,
dkk, Neo Ushul Fiqh: Menuju Ijtihad Kontekstual, Yogyakarta: Fakultas Syariah
Press, 2004.
Somantri,
Nana M., “Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Bank Syariah”, Suara Uldilag Vol. 3
No. IX, September 2006.
Wirdyaningsih,
et. al., Bank Dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005.
0 comments:
Post a Comment